BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sunday, April 4, 2010

Bahaya Berdebat

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: "Hentikanlah (menanyai)ku tentang apa yang aku abaikan untuk kalian. Sesungguhnya ummat yang sebelum kalian telah binasa kerana mereka banyak bertanya dan mendebat para nabi mereka. Jika aku melarang kalian tentang sesuatu maka jauhilah dan jika aku memerintahkan kalian terhadap sesuatu maka lakukanlah semampu kalian." (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Suatu hari Rasulullah tengah berkhutbah di hadapan manusia. "Wahai manusia sekalian, Allah telah mewajibkan atas kalian haji," teriak baginda. Tiba-tiba ada seorang pendengar bertanya, "Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?" Tapi baginda tidak menjawab. Orang itu pun mengulang pertanyaannya hingga tiga kali. Kemudian baginda berkata, "Seandainya aku katakan ya, tentu itu wajib hukumnya, tapi semampumu." Selanjutnya baginda menyabdakan hadits di atas.
Dalam peristiwa yang menjadi sabab wurud (sebab munculnya) hadits tersebut Nabi secara terang-terangan melarang debat. Kata su'al dan khilaf dalam bahasa Arab lazim juga disebut dengan miraa' dan jadal.
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali memberikan ta'rif (definisi) miraa' sebagai upaya menyangkal perkataan seseorang dengan mengungkapkan keraguan dalam perkataan tersebut, baik dari sisi lafaz mahupun maknanya. Sedangkan jadal adalah Keinginan untuk mengalahkan dan menjatuhkan seseorang dengan menyebutkan kekurangan yang ada pada perkataannya, bahkan menisbatkannya dengan aib dan kebodohan. Miraa' biasanya terjadi dalam lapangan ilmiah. Sedangkan jadal terjadi dalam lapangan yang lebih umum yakni kehidupan sehari-hari seperti berbual dan bergurau.
Dalam hadits itu, Rasulullah mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk efisien dalam berbicara dengan hanya menanyakan hal yang penting-penting saja. Banyak orang memburu jawapan dengan pertanyaan yang tidak berguna kerana semata-mata ingin mencari keasyikan berdebat.
Selain tidak bermakna, tindakan ini jelas akan mensia-siakan waktu dan berpeluang untuk menimbulkan penyakit hati ghil (tidak suka) yang boleh membawa pada permusuhan.
Perilaku demikian adalah ciri khas Bani Israil (Yahudi) seperti diabadikan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 67-74. Ketika itu mereka diperintahkan untuk menyembelih seekor sapi. Tetapi mereka sengaja mempermainkan Nabi dan mempersulit diri mereka sendiri dengan pertanyaan yang dibuat-buat.
Lain halnya dengan pertanyaan (diskusi) yang dimaksudkan sebagai proses belajar-mengajar. Hal itu justeru menjadi keharusan asal adabnya tetap dijaga. Allah berfirman, "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui." (an-Nahl: 43)
Atau juga dalam rangka da'wah yang dalam al-Qur'an disebut dengan mujadalah. Diskusi yang didasari oleh semangat kasih sayang dan kebenaran ini justeru diperintahkan oleh Allah. "Wajaadilhum billatii hiya ahsan." Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (an-Nahl:125)
Contoh debat yang tidak membawa faedah misalnya adalah pembahasan yang `liar' tentang hal-hal yang ghaib misalnya Allah, hari kiamat, ruh, masalah hidup ummat manusia dan hal-hal lain yang hanya dapat diketahui melalui dalil naqli saja. Pertanyaan-pertanyaan itu bila difahami secara mendalam hanya akan semakin membingungkan dan menambah keraguan sehingga boleh berakhir pada kesesatan. Telah diriwayatkan bahawa Nabi Shalallaahu `alaihi wa sallam berkata, "Ummat manusia itu akan selalu bertanya-tanya sehingga nanti dikatakan ini adalah yang telah menciptakan semua makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah?"

Kebiasaan berdebat adalah penyakit. Untuk mengubatinya harus ditempuh sejumlah solusi. Pertama, memenuhi kalbu dengan ma'rifat, tauhid dan ketakwaan kepada Allah. Dengan cara ini seseorang akan selalu bersikap dan berucap dengan niat dan cara ilahiyyah. Apa yang dilakukannya dalam diskusi tidak diorientasikan untuk mencari kemenangan, tapi kebenaran. Sehingga ia akan meninggalkan ego peribadinya serta menjauhi sikap kibr dan merendahkan orang lain.
Kedua, Senantiasa memelihara adab Islami dalam berbicara, mengkritik, bertanya dan menyampaikan pendapat. Antara lain, dengan cara yang bijaksana, hormat, lembut dan lain-lain. Dengan begitu, lawan bicara akan merasa dihargai sehingga terjadi komunikasi yang indah dan bermanfaat, jauh dari egoisme dan semangat saling mengalahkan.
Ketiga, menghayati akibat buruk yang timbul dari kebiasaan berdebat. Antara lain tidak mendorong orang untuk beramal, tapi hanya memperbanyak bicara. Padahal kata Umar bin Khatab, banyak bicara maka banyak bias, banyak bias berarti banyak dosa dan banyak dosa bererti masuk neraka.
Keempat, belajar bersikap terbuka dalam menerima kebenaran dari orang lain. Kelima, mengubati hati dari penyakit ujub, ghurur dan takabbur.
Keenam, berusaha bergaul dengan komuniti (jama'ah) yang jauh dari debat dan cuma banyak bicara.
Dengan menghindari diri dari debat setiap muslim akan menjadi mulia, baik di sisi manusia dan Allah. Terlebih, Allah juga akan menjadikannya sebagai ahli syurga seperti sabda beliau yang diriwayatkan Abu Dawud, "Aku adalah pemimpin rumah di bawah naungan syurga bagi orang yang meninggalkan miraa'."

0 comments: